Namaku Ayu


By: Tri Sutrisno (Ts) 

Bab 2. Kekecewaan Rendi



=================================

Perut kenyang, hati senang, senyum mengembang. Begitulah kira-kira kondisi Rendi saat ini. Ya, namanya Rendi. Seorang remaja yang lumayan tampan dengan tubuh yang atletis dengan manik mata yang hitam menambah kadar ketampanannya. Ia yang sehari-hari bekerja di salah satu perusahaan terbesar di Kota Bandung, tak jarang banyak mata karyawan perempuan meleleh dibuatnya. Namun tidak pada Rendi. Dia tetap kekeh pada pendiriannya, tidak ada kamus percintaan sebelum sukses pada karirnya. 


Dengan mengendarai sepeda motor matic, ia meninggalkan warung Mang Ujang dan menerobos ikut menikmati macetnya jalanan dengan alunan musik klakson yang nyaring ditelinganya. Situasi seperti ini sudah menjadi menu sehari-hari baginya. Jarak kos dengan warung Mang Ujang yang tidak terlalu jauh, hanya ditempuh dengan waktu 10 menit, ia pun sampai di kosnya. Ia pun bergegas masuk setelah memarkirkan asal motornya. 


"Iya lah.... Pergi sarapan main ninggalin aja sekarang." gerutu Aldi kawan satu kamar dengannya.


"Sorry bro, rejeki orang yang suka molor dipatok kambing," jawab Rendi sambil senyum-senyum sengaja menggoda Aldi yang masih asik memeluk gulingnya sambil memainkan telepon genggamnya. 


"sejak kapan kambing bisa matok? Ngaco aja lo. Lagian lo ngapain pulang-pulang cecengiran. Kesambet lo ya.... " jawab Aldi yang tak mau kalah. 


"Sejak gue ketemu bidadari. Ha.. ha..ha.." jawab Rendi sambil berlalu meninggalkan Aldi yang masih bermalas-malasan setelah menyambar handuknya. Ia bergegas mandi dan siap menjalankan saran yang diberi Mang Ujang. 


Flashback On

Saat membayar sarapannya di warung Mang Ujang, Rendi sengaja bertanya alamat kontrakan Ayu sekaligus minta izin Mang Ujang pemilik kontrakan. Ia berencana main untuk menemui Ayu. 


"Mang, boleh gak mintak alamat kontrakan yang ditempati Ayu?" tanya Rendi dengan sedikit malu-malu pada Mang Ujang. 


Mang Ujang yang ditanya tidak langsung menjawab, justru menatap lurus Rendi. Ia yang ditatap seperti itu justru salah tingkah sendiri. 


"Mas, Ayu itu sejak pertama kuliah sudah ngontrak di kontrakan saya. Ibu nya di kampung percaya betol sama Mang Ujang. Bahkan Mang Ujang sudah menganggap Ayu seperti anak Mang Ujang sendiri. Ibunya tak ingin, dia terus terpuruk dengan masa lalunya." jawab Mang Ujang panjang lebar. 


"Emang apa masa lalunya mang?" selidik Rendi memberanikan diri. 


"Kalau itu Mang Ujang gak bisa ceritain. Tapi kalau mas Rendi mau serius sama Ayu, Mang Ujang ndukung aja. Lagian Mang Ujang sudah lama kenal sama mas Rendi." jawab Mang Ujang masih dengan tatapan seriusnya. 


"Serius saya mang, jarang saya ngelihat cewek sebaik dia. Tadi waktu ngelihat dia, duuh..... dag dig dug di dada mang. Kayak ada yang main dram di dalam." balas Rendi dengan sedikit bercanda mencoba mencarikan suasana. 


"Ha...ha.... Ayak ayak waek mas... mas..." jawab Mang Ujang sambil tertawa berlalu meninggalkan Rendi ke meja kasir. 


Rendi hanya memperhatikan apa yang dilakukan Mang Ujang dari kejauhan. Mang Ujang mengambil secarik kertas dan menuliskan sesuatu. Setelah selesai menulis, ia pun berjalan menghampiri Rendi yang masih setia menanti kedatangan Mang Ujang. 


"Nih! Tapi kalau sampai Mang Ujang tahu kalau mas Rendi tak serius, Mang Ujang orang pertama yang akan marah." ucap Mang Ujang sambil menyerahkan secarik kertas berisi alamat kontrakan Ayu. 


"Siap mang!" jawab Rendi sambil memposisikan hormat pada Mang Ujang. 


Ia pun berlalu pergi meninggalkan warung Mang Ujang dengan secarik kertas di genggamannya. 


Flashback off


Rendi sudah siap. Ia mengenakan kaos berkerah berwarna biru dan dibalut jaket hitam kesayangannya. Aldi yang memperhatikan penampilan temannya itu sedikit penasaran. Soalnya selama ini jika hari minggu hanya mereka habiskan bermalas-malasan di kos. 


"Tumben cakep gitu, mau kemana lo?" tanya Aldi penasaran. 


"Ada deh.... " jawab Rendi singkat dan berlalu pergi meninggalkan Aldi setelah menyambar kunci motornya. 


***

"Duh, mesin air rusak lagi. Gemana mau nyuci baju kalau air aja kering." sesal Ayu setelah mencoba menghidupkan mesin air di kontrakannya namun tak kunjung hidup sedari tadi. 


Ia pun bergegas masuk ke kamarnya mencari telepon genggamnya. 


"Assalamualaikum... "


"Waalaikumsalam.... "


"Ada apa yu?"


"Itu mang, mesin airnya gak mau hidup. Air di bak sudah kering." jawab Ayu menjelaskan masalahnya. 


"Oh, kirain!"


"Kirain apa mang?" tanya Ayu penasaran. 


"Ntar jagu tahu. Ya dah, ntar Mang Ujang suruh Somad datang perbaiki." jawab Mang Ujang lalu mematikan telponnya sepihak. 


Ayu masih berdiri mengernyitkan dahinya mencoba mencerna ucapan Mang Ujang. Karena tidak mahu ambil pusing, ia pun ke ruang tamu menyalakan TV sambil menunggu Ak Somad, anak Mang Ujang. 


Setelah menunggu beberapa menit, orang yang ditunggu pun sudah datang. Atu bergegas membuka pintu dan berdiri di depan pintu sambil menunggu Somad melepas jaketnya. 


Somad yang ditunggu di depan pintu justru sedikit gugup. Karena bagaimanapun, Somad juga memiliki rasa kepada Ayu. Namun, istri Mang Ujang yang tidak setuju, Somad pun hanya memendam dalam diam rasanya selama ini. Bu Siti, istri Mang Ujang sudah menganggap Ayu seperti anak sendiri dan sebagai adek Somad. Itu sebabnya ia tidak merestui. 


"Masuk ak... " ucap Ayu setelah melihat Somad sudah melepas jaket dan helm nya. Somad hanya membalas dengan senyum dan langsung masuk berjalan mengikuti Ayu yang berjalan di depannya. Setiap ia datang ke kontrakan Ayu, ia lebih memilih sedikit berbicara. Karena ia tidak ingin terlihat gugup di depan Ayu. 


Sementara di tempat lain, di tepi jalan, Rendi terdiam dan masih duduk di atas motornya. Kedatangan Somad ke kontrakan Ayu membuatnya menghentikan motornya. Rendi yang melihat Ayu dan Somad masuk bersamaan ke dalam kontrakan Ayu, sekejap meluluh lantakkan semua rencana yang ia susun selama diperjalanan. 


"Sial..!" umpat Rendi dalam hati. 


Ia yang sudah jauh-jauh datang justru tidak jadi menemui Ayu. Ia menghidupkan motornya dan berlalu pergi. Kemacetan yang terjadi siang itu tidak dihiraukan lagi olehnya. Ia merasa kesal dan kecewa karena merasa sudah singingi oleh Mang Ujang. 


Tg. Bungsu, 14 Desember 2020





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tekhnik Menulis Resume Menjadi Sebuah Buku

Hujan

Menaklukkan kata "lose"